Luka Kabauw, Darah di Tanah Maluku, dan Desakan Tegaknya Keadilan
Ambon — Dari pesisir Negeri Kabauw, suara luka dan tuntutan kembali menyeruak. Tim Hukum Samasuru Kabauw menegaskan, sudah cukup lama masyarakat menunggu keadilan yang tak kunjung tiba. Serangkaian peristiwa tragis — penganiayaan, penyerangan, hingga penembakan — masih membekas, sementara hukum berjalan lamban dan penuh tanda tanya.
Dalam pernyataan resmi, mereka mendesak Polda Maluku mengambil alih penyelidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di depan Musholla/Nanggar Asafari Kabauw pada 1 April 2025. Hingga kini, hasil penyelidikan Polresta Pulau Ambon dan P.P Lease tak pernah dipublikasikan. “Diamnya aparat hanyalah melanggengkan konflik,” tegas mereka.
Deretan peristiwa kekerasan kemudian membuka lembaran hitam lainnya:
Aji Karepesina, sopir angkot, dianiaya di Pasar Mardika Ambon (14 April 2025).
Ade Irma Karamah Pattimahu dan sejumlah warga diserang di Negeri Kailolo (27 Mei 2025).
Randi Karepesina bersama anaknya yang masih berusia dua tahun menjadi korban penganiayaan di depan Pelabuhan Feri Wainana, disusul penyerangan terhadap Negeri Kabauw (9 September 2025).
Tak hanya itu, peluru senjata api juga meninggalkan duka mendalam. Ismail Karepesina, siswa SMP Negeri 26 Malteng, harus dirawat intensif setelah ditembak sepulang sekolah. Abdu Latif alias Bandung masih terbaring lemah di rumah sakit, sementara Sarifat Pattiasina alias Cai, tewas meregang nyawa.
“Penembakan, penganiayaan, dan pembunuhan dengan senjata api adalah tindak pidana berat. Hukum harus ditegakkan dengan adil, bukan dibiarkan seperti debu yang tertiup angin,” tulis tim hukum dalam pernyataan sikapnya.
Mereka mendesak Polda Maluku segera melakukan razia dan menyita seluruh senjata api ilegal di Negeri Kailolo, yang ditengarai kerap menjadi alat pembunuh warga tak bersalah.
Bila tuntutan ini kembali diabaikan, Tim Hukum Samasuru Kabauw mengancam untuk tidak lagi merespons seruan perdamaian. “Patut diduga, aparat justru membiarkan konflik dipelihara dengan membiarkan para pelaku kejahatan berkeliaran.”
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Hamka Karepesina, SH, MH; Bansa Hadi Sella, S.HI; M. Nur Latuconsina, SH, MH; Handi D. Sella, SH; dan M. Ali Ripamole, SH.
(***)
.
