Gunung Nunusaku Menangis, Pulau Pombo Jadi Saksi Pertikaian Dua Negeri Bersaudara

oleh -7 views

Gunung Nunusaku Menangis, Pulau Pombo Jadi Saksi Pertikaian Dua Negeri Bersaudara

Maluku Tengah — Tangisan duka kembali terdengar dari Bumi Raja-raja. Pertikaian antarwarga pecah di perbatasan Negeri Kabauw dan Negeri Kailolo, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Selasa (9/9/2025) sekitar pukul 11.45 WIT.

Bentrok yang melibatkan dua negeri bertetangga, yang sejatinya bersaudara dan seiman, menyisakan luka mendalam. Menurut data kepolisian, insiden ini menelan satu korban jiwa dari warga Kabauw, sementara lima orang lainnya mengalami luka-luka, empat di antaranya dari Kailolo.

Di tengah pertikaian itu, terbayang seolah Gunung Nunusaku ikut menangis, melantunkan duka yang terdalam. Pulau Pombo yang indah menjadi saksi bisu bagaimana darah dan air mata tumpah di tanah yang mestinya diwarisi dengan kedamaian.

Leluhur yang dahulu mengikat sumpah pela dan gandong, seakan ikut merintih menyaksikan cucunya saling melukai. Yang paling menderita dari pertikaian ini bukanlah mereka yang bersenjata, melainkan anak-anak kecil dan orang tua renta yang tak lagi berdaya. Kaum jompo terpaksa meninggalkan rumah dan mengungsi, menanggung derita akibat amarah yang tak semestinya lahir di antara saudara sendiri.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. Rositah Umasugi, S.I.K., membenarkan insiden ini. Ia menyebut bentrokan dipicu dugaan penganiayaan oleh Orang Tidak Dikenal (OTK) terhadap seorang warga Kabauw saat melintas di depan Pelabuhan Feri Wainana, Kailolo. Peristiwa itu memantik konsentrasi massa hingga pecah bentrokan di perbatasan kedua negeri.

“Aparat gabungan TNI-Polri langsung merespons cepat untuk memulihkan situasi. Hingga sore hari, kondisi berangsur kondusif. Namun kami tetap menyiagakan personel di titik rawan,” jelas Rositah.

Sedikitnya 200 personel gabungan Brimob, Dit Samapta, Polresta Ambon, ditambah 13 anggota TNI Koramil 07 Pulau Haruku, dikerahkan ke lokasi. Pengamanan dipimpin langsung Karoops Polda Maluku bersama Dansat Brimob dan Kapolresta Ambon.

Namun, di balik upaya aparat menjaga kamtibmas, luka batin masyarakat jauh lebih dalam. Masyarakat Maluku mengenal adat pela gandong — ikatan persaudaraan antar negeri yang diwariskan leluhur untuk menjaga harmoni. Ikatan itu yang seharusnya menjadi benteng agar darah sesama tidak tumpah di tanah yang sama.

“Beta minta basudara semua jang kase panas situasi. Katong ini satu darah, satu tanah, satu iman. Jang kase tangis buat leluhur di Nunusaku,” pesan salah satu tokoh adat yang enggan disebutkan namanya.

Polda Maluku, pemerintah daerah, tokoh agama, dan tokoh adat terus mengimbau masyarakat agar menahan diri, tidak terprovokasi isu liar, serta mempercayakan proses hukum kepada aparat.

Kini, Maluku kembali dipanggil untuk merenung. Apakah kita akan terus membiarkan tangisan Nunusaku dan Pulau Pombo menggema karena ulah tangan-tangan cucunya sendiri? Atau kita kembali merawat ikatan pela gandong yang diwariskan, demi menjaga kedamaian di tanah yang dikenal sebagai seribu pulau, sejuta senyum, dan sejuta persaudaraan?

(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.